Rasulullah saw Pembebas Kaum Wanita
Oleh: Hadhrat Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad ra
Berbagai aspek kehidupan Nabi Muhammad Saw. sangatlah sempurna, sehingga
siapapun yang memilih untuk menulis mengenai hal tersebut akan
tercengang dan sangatlah sulit untuk memilih topik ini. Dengan
mempertimbangkan kebutuhan masa kini, bagaimanapun, saya berharap dapat
mengangkat sisi kehidupan Nabi Muhammad Saw., mengenai cara beliau
membebaskan dunia dari perbudakan yang terang-terangan, yang menjadi
kutukan bagi kemanusiaan. Saya maksudkan disini adalah, perbudakan
terhadap wanita.
Sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw., seluruh wanita di seluruh bagian
dunia berada dalam posisi sebagai budak dan dianggap sebagai barang yang
bisa dimiliki, dan perbudakan terhadap mereka menjadi bumerang bahkan
terhadap laki-laki, dalam hal anak laki-laki dari seorang budak
perempuan tidak memiliki spirit kebebasan yang sama.
Tidak ada keraguan, wanita, baik karena kecantikannya ataupun
karakternya yang berkilau, mampu, dalam kasus2 perorangan, mendominasi
laki-laki, namun kebebasan yang diperoleh tersebut tidak dapat diartikan
sebagai kebebasan sebenarnya, untuk alasan sederhana bahwa wanita tidak
memiliki hak terhadap kebebasan. Ini hanya merupakan pengecualian dari
aturan yang berlaku umum, dan kebebasan yang sesungguhnya luarbiasa,
sulit untuk dapat menjadi budaya dari aspirasi yang sesungguhnya.
Rasulullah Saw., datang sekitar 1.350 tahun lalu (ketika tulisan ini
dibuat. terj). Sebelum itu, tidak ada agama ataupun negara yang
memberikan kebebasan kepada wanita sebagai sebuah hak. Tentu saja, di
negara2 dimana tidak ada hukum yang berlaku, wanita bebas dari segala
ketidakberdayaan. Namun, tetap saja kebebasan semacam inipun tidak
dapat dikatakan sebagai kebebasan sejati. Lebih dapat diartikan sebagai
ijin. Kebebasan sejati adalah yang muncul dari peradaban dan sesuai
dengan hukum. Kebebasan yang kita dapatkan pada saat kita melanggar
hukum bukanlah kebebasan sama sekali, karena kebebasan semacam ini tidak
menghasilkan kekuatan karakter.
II
Pada masa Rasulullah Saw., dan sebelumnya, wanita ditempatkan pada
kondisi dimana dia bukan pemilik dari harta yang ia miliki, suaminya
dianggap sebagai pemilik harta istrinya. Wanita tidak memiliki bagian
dari harta ayahnya. Dia juga tidak dapat mewarisi harta dari suaminya,
walaupun dalam beberapa kasus, dia dapat mengelola harta tersebut selama
suaminya masih hidup. Pada saat telah menikah, seorang wanita dianggap
sebagai harta suaminya, tidak dimungkinkan untuk berpisah darinya, atau
sebagai alternatif, suaminya memiliki hak untuk menceraikannya namun
wanita tidak diberi hak untuk memisahkan diri dari suaminya,
bagaimanapun sulitnya masalah yang ia hadapi.
Apabila suaminya meninggalkannya, mengabaikan kewajibannya terhadapnya,
ataupun melarikan diri dari istrinya, tidak ada hukum yang melindungi
wanita. Menjadi kewajiban bagi wanita untuk menerima konsekuensinya,
bekerja untuk menghidupi diri dan anak-anaknya. Sang suami, memiliki
hak, ini diluar masalah tempramen yang tinggi, untuk memukul istrinya,
dan istrinya bahkan tidak boleh meninggikan suara untuk melawan hal
tersebut. Apabila suami meninggal, istri, di beberapa negara, diberikan
kepada kerabat suami, yang dapat menikahinya, atau kepada siapapun yang
mereka inginkan, baik sebagai sumbangan ataupun balas jasa dari
keuntungan yang diterima. Di beberapa tempat, dilain pihak, wanita
lebih dianggap sebagai properti suaminya. Beberapa suami akan menjual
istrinya apabila mereka kalah berjudi, dan pada saat mereka melakukan
itu, mereka menganggap hal tersebut adalah merupakan hak suami.
Seorang wanita tidak memiliki hak terhadap anak-nya baik dalam posisinya
sebagai seorang istri, ataupun dalam posisi dia tidak tergantung pada
suaminya. Dalam urusan rumah tangga ia tidak memiliki hak istimewa.
Bahkan dalam agama dia tidak memiliki status. Dalam ikatan
sipiritual-pun wanita tidak memiliki bagian. Sebagai konsekuensinya,
para suami terbiasa menghamburkan harta istri-istri mereka dan
meninggalkan mereka tanpa memberikan sedikitpun untuk keperluan
istrinya. Si Istri, tidak dapat, walaupun itu harta mereka sendiri,
memberikan sebagai sumbangan atau untuk menolong kerabatnya, tanpa
persetujuan suaminya, dan suami yang serakah tidak akan memberikan ijin
untuk hal tersebut.
Mengenai harta milik orangtua seorang wanita, dimana ada ikatan kasih
sayang yang dalam, wanitapun tidak memiliki bagian. Dan anak-anak
perempuan memiliki hak yang sama atas orangtuanya sebagaimana anak
laki-laki. Orangtua yang memiliki rasa keadilan, selama hidupnya akan
memberikan sebagian hartanya kepada anak-anak perempuan mereka, dan
menyisakan hanya untuk nafkah keluarga mereka. Hal ini tidak berlaku
untuk anak laki-laki, karena setelah kematian orangtua, mereka akan
mewarisi seluruh harta (dan karenanya seharusnya tidak boleh
berkeberatan apabila saudara perempuan mereka menerima pemberian dari
orangtua mereka); yang menjadi pertimbangan mereka adalah, saudara
perempuan mereka pada saat itu memiliki lebih banyak dari mereka.
Mengenai harta suaminya, dimana seorang istri memiliki hubungan yang
total, wanita juga tidak memiliki hak. Kerabat jauh dari suami dapat
meminta bagian, namun tidak seorang istri. Seorang istri, sebenarnya,
adalah orang yang menjaga harga diri suami, seorang pasangan hidup, yang
pengabdian dan kasih sayangnya tentunya sangat berkontribusi terhadap
pendapatan seorang suami. Disisi lain, disaat seorang istri mengelola
harta suaminya, dia tidak memiliki hak dan bagian sedikitpun dari harta
tersebut. Bila seorang istri dapat membelanjakan pendapatan dari harta
tersebut, ia tetap tidak boleh mengatur bagiannya. Dalam hal untuk
sedekah, karenanya, ia tidak diperbolehkan untuk menentukan sesuai
keinginannya.
Apabila suami berlaku kejam terhadap istrinya, ia tidak dapat berpisah
dari suaminya. Pada masyarakat dimana perpisahan dimungkinkan, adalah
pada kondisi dimana wanita yang menghargai diri sendiri memilih kematian
sebagai cara perpisahan. Sebagai contoh, sebuah perpisahan harus
memberikan bukti kesalahan dari salah satu pihak, termasuk juga bukti
perlakuan buruk dari suami. Lebih buruk lagi, pada kasus-kasus
demikian, dimana pihak istri sudah tidak mungkin lagi hidup dengan
suaminya, ia tetap tidak dapat berpisah dari suaminya, namun ia hanya
diijinkan untuk tinggal terpisah, yang merupakan salah satu bentuk
penyiksaan juga, karena dengan demikian ia dipaksa untuk menjalani
kehidupan yang kosong dan tidak memiliki tujuan.
Pada beberapa kasus terjadi dimana suami dapat menceraikan istrinya
kapanpun ia suka, sementara seorang istri tidak dimungkinkan untuk
meminta cerai. Apabila seorang suami meninggalkan istri, atau
meninggalkan negaranya tanpa memberi tunjangan, istri wajib untuk tetap
menjalani kehidupan tanpa hak untuk mengabdikan dirinya pada negara atau
masyarakat. Kehidupan perkawinan, alih-alih memberikan suatu
kebahagian, malah menjadi kehidupan yang penuh penderitaan untuk seorang
istri. Kewajiban istri tidak hanya melaksanakan kewajiban suami dan
dirinya namun ia juga wajib untuk menunggu suaminya. Kewajiban suami,
sebutlah untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga menjadi tanggung jawab
istri, belum lagi kewajibannya sendiri untuk mengasuh dan membesarkan
anak-anaknya. Beban mental disatu sisi, dan kewajiban menyediakan
materi di sisi lain.
Semuanya ini, singkat kata, ditoleransi dalam kasus yang melibatkan
mahluk malang dan tidak dilindungi ini. Wanita dipukuli, dan dianggap
sebagai properti suami. Ketika suami meninggal, jandanya dipaksa untuk
menikah dengan kerabat suaminya atau dijual untuk mendapatkan uang.
Kenyataanya, para suami sendiri juga menjual istrinya. Pangeran bangsa
India seperti Panawas kehilangan istri mereka di meja judi dan untuk
melawan hukum kepemilikan tanah, seorang Puteri terhormat seperti
Drupadi, tidak dapat sedikitpun bersuara.
Dalam hal pendidikan anak-anak, para ibu tidak diajak diskusi dan mereka
tidak memiliki hak terhadap anak-anak mereka. Apabila ayah dan ibu
berpisah, anak-anak diserahkan kepada ayah. Wanita tidak memiliki hak
apapun terhadap rumah tangga. Kapanpun suami menghendaki, ia dapat
melempar istrinya dari rumah dan hingga mesti terlunta-lunta tanpa
tempat berteduh.
III
Kedatangan Rasulullah Saw. menghapuskan seluruh kebiadaban ini dengan
satu sapuan. Beliau menyatakan bahwa Tuhan telah mempercayakan
kepadanya tugas untuk menjaga hak-hak wanita.
Beliau menyatakan dengan nama Allah bahwa sebagai manusia pria dan
wanita adalah sama, dan pada saat mereka hidup bersama, sebagaimana
laki-laki memiliki hak-hak tertentu terhadap wanita, demikian pula
sebaliknya, wanita memiliki hak-hak tertentu terhadap laki-laki. Wanita
dapat memiliki hak terhadap hartanya sebagaimana laki-laki. Seorang
suami tidak memiliki hak untuk menggunakan harta istrinya, selama si
istri, dengan kehendaknya sendiri, tidak memberi ijin. Untuk mengambil
paksa hak miliknya ataupun dimana wanita malu untuk menunjukkan
penolakannya, adalah salah. Apapun yang diberikan oleh suami dengan
ikhlas, akan menjadi hak istri dan suami tidak boleh mengambilnya lagi.
Ia juga berhak mewarisi harta orangtuanya sebagaimana saudara
lelakinya. Namun dengan menimbang bahwa kewajiban menanggung keluarga
adalah pada laki-laki, dan wanita dianggap hanya perlu menanggung
dirinya sendiri, maka bagiannya adalah separuh dari bagian laki-laki,
dari seluruh harta orang tua mereka yang meninggal.
Sama halnya, seorang ibu juga berhak mewarisi harta dari anak
laki-lakinya yang meninggal sebagaimana juga ayah anak laki-laki
tersebut. Namun mengingat situasi yang berbeda2 dan tanggungjawab yang
ia emban dalam kasus-kasus tertentu, bagiannya bisa sama bisa juga
kurang dari bagian ayahnya. Apabila suaminya meninggal istri berhak
mendapat warisan, baik ia memiliki atau tidak memiliki anak, karena ia
dianggap tidak tergantung dengan hal lainnya.
Pernikahannya (sudah dianggap lazim) adalah, tanpa ragu lagi, merupakan
ikatan suci, dimana, setelah suami istri menikmati keintiman yang paling
dalam, sehingga perpisahan suami istri adalah suatu hal yang sangat
dibenci. Namun bagaimanapun, separah apapun perbedaan diantara duabelah
pihak, dalam masalah agama, fisik, ekonomi, sosial ataupun mental,
mereka haruslah memiliki komitmen kuat untuk mempertahankan keutuhan
perkawinan mereka, dan tidak boleh menghancurkan hidup mereka dan
menghancurkan tujuan keberadaan mereka.
Apabila perbedaan ini muncul, dan suami dan istri sepakat bahwa mereka
tidak dapat hidup bersama, mereka (telah diajarkan) dapat – dengan
persetujuan bersama – mengakhiri kebersamaan. Namun apabila hanya suami
yang memiliki pandangan ini dan istri tidak, dan mereka gagal untuk
saling menyesuaikan diri satu sama lain, urusan ini haruslah di bantu
oleh dua orang hakam, yang satu mewakili suami dan yang satu mewakili
istri. Apabila hakam ini memutuskan bahwa kedua belah pihak harus
berupaya untuk tetap hidup bersama, maka sebaiknya masing-masing pihak
berusaha menyelesaikan masalah sesuai dengan rekomendasi hakam. Apabila
kesepakatan tidak dapat dicapai, suami dapat menceraikan istri, namun
dalam kasus ini, ia tidak memiliki hak untuk mengambil kembali apapun
yang telah ia (sebelum bercerai) berikan kepada istrinya, termasuk
seluruh mas kawin (mahar).
Apabila di lain pihak istri yang menginginkan perpisahan dan bukan sang
suami, istri harus mengajukan permohonan kepada hakim, dan apabila hakim
telah yakin bahwa tidak ada motif buruk dari permohonan tersebut maka
hakim dapat memutuskan perpisahan. Hanya pada kasus tertentu saja istri
harus mengembalikan kepada suaminya, harta yang telah diberikan
kepadanya, termasuk mahar/mas kawin. Apabila suami gagal untuk memenuhi
kewajibannya dalam perkawinan, atau tidak mau berbicara lagi dengan
istrinya atau ia meminta istrinya untuk pisah ranjang, ia tidak boleh
melebihi batas waktu tertentu. Dalam waktu empat bulan setelah
perlakuan tersebut ia harus menyatakan apakah akan mempertahankan
perkawinannya atau menceraikan istrinya.
Apabila suami menghentikan nafkah kepada istrinya atau meninggalkannya,
atau tidak lagi mengurus istrinya, maka perkawinan tersebut dapat
dibatalkan. (Tiga tahun telah ditetapkan sebagai batas meninggalkan
istri oleh para hakim muslim). Istri kemudian bebas untuk menikah lagi.
Suami harus bertanggungjawab terhadap pemeliharaan istri dan
anak-anaknya. Ia hanya boleh menerapkan disiplin yang sewajarnya, namun
apabila untuk mendisiplinkan ini harus memberikan hukuman, ia harus
memiliki saksi yang cukup dan mengungkapkan kesalahan istrinya dan
mendasarkan penilaiannya pada bukti-bukti. Hukuman tersebut tidak boleh
meninggalkan cacat yang menetap.
Seorang suami tidak “memiliki” istrinya sebagai properti. Ia tidak boleh
menjualnya, atau memaksanya dalam pekerjaan rumah tangga. Istri
berbagi segala hal dalam rumah tangga, dan perlakuan suami terhadap
istri akan menunjukkan posisi dimana ia berada. Sebuah perlakuan yang
lebih rendah daripada yang seharusnya dilakukan oleh seorang laki-laki
dengan status suami adalah tidak benar.
Pada saat suaminya meninggal, keluarganya tidak memiliki hak terhadap
istri. Istri boleh bebas dan apabila ada kesempatan maka ia memiliki
hak untuk menikah lagi. Tidak seorangpun boleh menghalanginya. Seorang
janda juga tidak harus ditempatkan ditempat tertentu. Ia boleh tinggal
di rumah suaminya selama empat bulan sepuluh hari sampai semua hak istri
dan hak keluarganya telah selesai diurus.
Setahun setelah kematian suaminya seorang janda, apapun yang terjadi
padanya, adalah berhak untuk menggunakan rumah suaminya, sehingga ia
dapat menggunakan apa yang tertinggal untuk kebutuhannya dan ia memiliki
tempat tinggal.
Apabila suami cekcok dengan istrinya maka suami yang harus meninggalkan
rumah, dan tidak boleh meminta istrinya untuk keluar, karena rumah
menjadi hak istri. Dalam hal pengurusan anak-anak, wanita memiliki hak
dan kewajibannya. Ia harus dilibatkan.
Dalam persoalan anak-anaknya, wanita tidak boleh diabaikan dalam hal
apapun. Perihal menyusui, pengasuhan adalah tergantung pada
pendapatnya. Apabila suami dan istri merasa tidak mungkin lagi untuk
hidup bersama, dan menginginkan untuk berpisah, maka pengasuhan anak
yang masih kecil harus diserahkan kepada sang ibu. Pada saat anak-anak
dewasa, untuk tujuan pendidikan, anak boleh kembali kepada ayahnya.
Selama anak-anak tinggal dengan ibunya, maka pemeliharaan harus
disediakan oleh ayah. Ayah juga harus membayar waktu dan upaya yang
dikeluarkan si ibu dalam mengurus anak-anaknya.
Singkatnya, wanita memiliki status independen. Pahala spiritual juga
terbuka untuknya. Ia juga dapat mencapai kemuliaan tertinggi dalam
kehidupan akhirat, dan dalam kehidupan dunia ia dapat berperan serta
dalam berbagai urusan kemasyarakatan. Dalam hal ini ia memiliki hak
untuk diperlakukan sama dengan laki-laki.
IV
Inilah ajaran dari Rasulullah Saw. yang disebarkan pada saat standar
perlakuan di seluruh dunia adalah kebalikannya. Melalui perintahnya,
beliau membebaskan wanita dari perbudakan yang telah menjadi satu dengan
kehidupan mereka selama ribuan tahun, dimana mereka dipaksa menerimanya
di berbagai belahan dunia, belum lagi tekanan dari berbagai agama
terhadap wanita. Seorang laki-laki dalam satu masa, menghapus seluruh
rantai perbudakan ini! Membawa kebebasan bagi para ibu, dan beliau pada
saat yang sama membebaskan anak-anak dari sentimen perbudakan dan
menyemaikan dan memupuk ambisi dan harga diri yang tinggi.
Namun demikian, dunia tidak menghargai nilai ajaran tersebut. Apa yang
dianggap sebagai keuntungan diberi label sebagai tirani. Perceraian dan
perpisahan dianggap sebagai masalah, warisan dianggap menghancurkan
keluarga, independensi seorang wanita dianggap sebagai penghancuran
kehidupan rumah tangga. Selama seribu tiga ratus tahun, hal tersebut
terus dipraktikkan secara membabi buta, padahal apa yang disampaikan
Rasulullah adalah untuk kebaikan umat manusia. Berlanjut dengan hujatan
terhadap ajarannya yang menyatakan bahwa ajaran tersebut bertentangan
dengan fitrah manusia. Lalu tiba satu masa dimana kalimat Tuhan (yang
disampaikan melalui rasulnya) kemudian menjadi nyata. Orang-orang yang
menganggap dirinya beradab, mulai mematuhi ajaran Rasulullah. Semua
orang, kemudian mulai mengubah aturan mereka untuk menyesuaikan dengan
ajaran Rasulullah.
Undang-undang di Inggris, yang mempersyaratkan adanya perlakuan buruk
dan sewenang-wenang, dan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi pada
salah satu pihak sebagai syarat perceraian, diubah pada tahun 1923.
Perlakuan buruk sudah cukup memenuhi syarat perceraian pada
undang-undang yang baru.
Selandia Baru memutuskan, pada tahun 1912, bahwa bila seorang istri
tidak waras selama tujuh tahun, perkawinannya dapat dibatalkan. Pada
tahun 1925, lebih lanjut diatur bahwa apabila suami atau istri tidak
dapat memenuhi kewajiban perkawinan mereka, maka mereka boleh bercerai
atau berpisah. Apabila dalam waktu tiga tahun suami istri tidak
memperdulikan satu sama lain, maka cerai dijatuhkan. Suatu peniruan
yang bagus terhadap hukum Islam, tentunya, namun baru dibuat setelah
1.300 tahun penyerangan terhadap ajaran Islam.
Di Negara bagian Australia, Queensland, ketidakwarasan selama lima
tahun, dianggap cukup sebagai alasan untuk bercerai. Di Tasmania,
sebuah undang-undang yang diberlakukan pada tahun 1919, yang mengatakan
bahwa perlakuan buruk, meninggalkan selama empat tahun, kebiasaan mabuk,
dan pengacuhan selama tiga tahun, masuk penjara, pemukulan, ketidak
warasan, harus, baik salah satu maupun seluruhnya cukup menjadi alasan
untuk bercerai. Di Victoria, undang-undang yang diberlakukan tahun 1923
menyatakan bahwa apabila seorang suami tidak mengurus istrinya selama
tiga tahun, atau berlaku buruk, atau tidak memberi nafkah, menganiaya
istrinya, maka perceraian dimungkinkan. Selanjutnya diatur bahwa
apabila masuk penjara, pemukulan, perilaku buruk dari pihak istri,
ketidakwarasan, perlakuan sewenang-wenang dan percekcokan terus menerus
cukup menjadi alasan untuk perceraian atau perpisahan.
Di bagian barat Australia, selain undang-undang yang mengatur hal
tersebut diatas, pernikahan seorang wanita yang dalam keadaan mengandung
juga dinyatakan tidak sah atau batal (Islam juga memiliki pandangan
yang sama)
Di Kuba, telah diputuskan pada tahun 1918 bahwa perilaku buruk,
pemukulan, mencaci maki, berada dalam pemeriksaan polisi, kebiasaan
mabuk, kebiasaan berjudi, tidak dapat memenuhi kewajiban, tidak
menafkahi, penyakit menular atau kesepakatan bersama, dapat diterima
sebagai syarat perceraian atau perpisahan.
Italy menyatakan pada tahun 1919 bahwa wanita harus memilik hak atas
hartanya. Ia dapat memberikannya sebagai sumbangan atau menjualnya
apabila ia menghendaki. (hingga saat ini di Eropa, wanita tidak diakui
sebagai pemilik dari hartanya sendiri)
Di Mexico juga, kondisi sebagaimana diatas dianggap cukup sebagai syarat
untuk bercerai. Disamping itu, kesepakatan bersama juga dianggap
cukup. Hukum ini diberlakukan tahun 1917. Portugal memberlakukan tahun
1915, Norwegia 1909, Swedia 1920, dan Swiss pada tahun 1912 telah
memberlakukan undang-undang yang mengijinkan perceraian dan perpisahan.
Di Swedia, hukum mengharuskan ayah untuk menunjang kebutuhan hidup
anaknya sampai dengan usia delapan belas tahun.
Di Amerika walaupun undang-undang mengharuskan untuk menjaga hak ayah
terhadap anaknya, namun pada praktiknya, hakim mulai memperhatikan
faktor kelemahan dari pihak ibu, dan sekarang ayah wajib untuk menafkahi
anaknya yang tinggal dengan ibunya. Tentu saja terdapat banyak
kekurangan dalam hukum mereka. Walaupun hak laki-laki dijaga, namun
wanita juga diijinkan untuk memiliki hak terhadap hartanya. Pada saat
bersamaan, di banyak negara bagian, diatur apabila suami mengalami cacat
tetap, maka istri harus menunjang kebutuhan hidup suami.
Wanita sekarang memiliki hak untuk memilih, dan jalan telah terbuka
dimana mereka dapat memberikan suara terhadap kepentingan nasional.
Namun demikian, semua ini terjadi 1300 tahun setelah Rasulullah Saw.
menyebarkan ajarannya. Banyak hal yang masih menunggu untuk terjadi.
Di beberapa negara, wanita masih tetap tidak memiliki bagian dari
warisan orang tua atau suaminya. Demikian juga dalam beberapa masalah
lainnya, Islam terus memberikan pedoman kepada seluruh dunia, walaupun
dunia belum mengakui hal tersebut. Dalam waktu yang tidak lama lagi,
bagaimanapun juga, dunia akan menerima tuntunan dari Rasulullah saw
mengenai hal ini, sebagaimana juga mengenai hal lainnya, hal mana
Rasulullah telah memulainya atas nama kebebasan bagi wanita akan segera
membuahkan hasil.
STRATEGI PEMBELAJARAN
Jumat, 05 Juli 2013
ips terpadu
Artikel IPS tentang Perilaku masyarakat yang menyebabkan konflik
Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara
kelompok satu dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber
kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial budaya) yang relatif terbatas.
Menurut Du Bois dan Miley (1992: 148-158), bahwa sumber utama yang menyebabkan terjadinya konflik di dalam masyarakat yaitu adanya ketidakadilan sosial, adanya diskriminasi terhadap hak-hak individu atau kelompok, serta tidak adanya penghargaan terhadap keberagaman. Ketiga faktor tersebut sangat berkaitan dengan sikap-sikap dan perilaku masyarakat yang menyebabkan konflik ditandai dengan akhiran ism, seperti racism, elitism, sexism, ageism, dan handicapism.
Menurut Du Bois dan Miley (1992: 148-158), bahwa sumber utama yang menyebabkan terjadinya konflik di dalam masyarakat yaitu adanya ketidakadilan sosial, adanya diskriminasi terhadap hak-hak individu atau kelompok, serta tidak adanya penghargaan terhadap keberagaman. Ketiga faktor tersebut sangat berkaitan dengan sikap-sikap dan perilaku masyarakat yang menyebabkan konflik ditandai dengan akhiran ism, seperti racism, elitism, sexism, ageism, dan handicapism.
a. Racism
Rasisme adalah sebuah ideologi yang membenarkan adanya dominasi dari
satu kelompok atau ras tertentu terhadap kelompok atau ras lainnya.
Termasuk adanya perasaan superioritas yang berlebihan dari kelompok sosial tertentu terhadap kelompok sosial
lainnya. Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu
ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dart ras yang
dominan.
Diskriminasi ras mempunyai tiga tingkatan, yakni tingkat individual, tingkat organisasional, dan tingkat struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap, perilaku, dan prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat jika kebijakan, aturan, dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Adapun pada tingkat struktural, diskriminasi ras dapat dilacak jika lembaga sosial yang satu memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.
Diskriminasi ras mempunyai tiga tingkatan, yakni tingkat individual, tingkat organisasional, dan tingkat struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap, perilaku, dan prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat jika kebijakan, aturan, dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Adapun pada tingkat struktural, diskriminasi ras dapat dilacak jika lembaga sosial yang satu memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.
b. Elitism
Elitisme merupakan pemujaan yang berlebihan terhadap suatu strata atau
kelas sosial yang biasanya berdasarkan atas kekayaan, kekuasaan, dan
juga prestise. Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kelas
sosial tinggi dianggap berhak menentukan potensi orang lain dalam
menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada
dalam masyarakat.
c. Sexism
Sexisme merupakan keyakinan bahwa jenis kelamin tertentu memiliki
kelebihan atas jenis kelamin lainnya. Pandangan ini sering kali didukung
oleh interpretasi dan tradisi-tradisi keagamaan yang pada umumnya
memandang wanita sebagai jenis kelamin yang lebih rendah dibandingkan
laki-laki.
d. Ageism
Ageisme menunjuk pada sikap-sikap negatif terhadap proses ketuaan. Dalam
ageisme ini meyakini bahwa kategori usia tertentu memiliki inferioritas
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya sehingga perlakuan yang tidak
adil dapat dibenarkan. Meskipun ageisme umumnya diterapkan kepada
manusia lanjut usia (manula), sikap ini dapat pula ditujukan kepada
anak-anak.
e. Handicapism
Prasangka atau sikap-sikap negatif terhadap orang yang memiliki
kecacatan adalah manifestasi dari handicapism atau cacatisme. Orang yang
memiliki kecacatan (tubuh maupun mental), secara otomatis sering
dianggap berbeda dan tidak mampu melakukan tugas-tugas kehidupan
sebagaimana orang normal. Orang dengan kecacatan atau penyandang
kecacatan (terjemahan dari Persons With Disabilities-istilah yang lebih
tepat daripada sebutan orang cacat), kerap dipandang sebagai orang yang
secara sosial tidak matang dan tidak mampu dalam segala hal.
Meskipun isme-isme tersebut, khususnya sexisme, ageisme, dan
handicapisme, bukanlah faktor dominan dalam konteks konflik di
Indonesia, sikap-sikap prasangka tersebut dapat menjurus kepada
tindakan-tindakan diskriminatif terhadap beberapa kelompok yang dianggap
memiliki karakteristik kurang: kurang mampu, kurang produktif, dan
kurang normal. Isme-isme ini kemudian memberikan rasionalisasi atau
justifikasi terhadap ketidakadilan sosial dan tindakan-tindakan
diskriminatif sosial terhadap masyarakat yang dianggap memiliki struktur
sosial kurang: kurang memiliki kesempatan, kurang memiliki
kemungkinan-kemungkinan, dan kurang memiliki sumber-sumber.
Kehidupan sosial itu, jika dicermati, komponen utamanya adalah interaksi
antar para anggota. Sehubungan dengan interaksi antar anggota maka
ditemukan berbagai tipe. Tipe-tipe interaksi sosial, secara umum
meliputi cooperative (kerja sama), competition (persaingan), dan
conflict (pertikaian). Dalam kehidupan sosial sehari-hari, selain
diwarnai oleh kerja sama, juga diwarnai oleh berbagai bentuk persaingan
dan konflik. Bahkan, dalam kehidupan sosial tidak pernah ditemukan semua
warganya yang kooperatif.
ipa-umum
PERTUMBUHAN KACANG HIJAU DI TEMPAT TERANG DAN GELAP
Di
blog ini saya membahas tentang perkembangan kacang hijua di tempat
terang dan gelap yang di ambil dari beberapa sumber yang saya dapat.Saya
terinspirasi dengan artikel ini karena di sekolah saya,saya di suruh
membuat artikel.Nah,dari situlah saya terinspirasi untuk membuat artikel
tentang pertumbuhan kacang hijau di tempat terang dan gelap.
Semoga di artikel ini banyak manfaat yang bisa di ambil untuk pelajar yang seperti saya.
Saya mengambil sedikit rangkuman dari artikel saya yaitu:
GEN adalah "substansi hereditas" yang terletak di dalam kromosom.
Gen bersifat antara lain :
- Sebagai materi tersendiri yang terdapat dalam kromosom.
- Mengandung informasi genetika.
- Dapat menduplikasikan diri pada peristiwa pembelahan sel.
Pengaruh Gen dalam perkecambahan yaitu perbedaan dalam laju pertumbuhan masing-masing biji kacang hijau.
Hormon adalah senyawa organik yang dibuat pada suatu bagian yang dengan konsentrasi rendah menyebabkan suatu dampak fisiologis.
Hormon yang mempengaruhi antara lain :
Auksin
adalah senyawa asam indol asetat (IAA) yang dihasilkan di ujung
meristem apikal (ujung akar dan batang). Berfungsi mengatur pembesaran
sel dan pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung.
Pengaruhnya
yaitu bagian batang yang terkena cahaya memiliki auksin yang lebih
sedikit karena auksin mengalami kerusakan jika terkena cahaya sedangkan
bagian batang yang tidak terkena cahaya mempunyai lebih banyak auksin
sehingga tumbuh lebih panjang daripada batang yang terkena cahaya.
Auksin juga menyebabkan perpanjangan sel batang dan menghambat
perpanjangan sel akar.
Faktor Eksternal antara lain :
Air berpengaruh
dalam pertumbuhan kecambah, yaitu air berfungsi sebagai pelarut reaksi
dalam tubuh tumbuhan dan sebagai medium reaksi enzimatis. Apabila
kekurangan air, maka terjadi peningkatan asam absisat yang menghambat
pertumbuhan dan menurunkan produksi hormon auksin pada tanaman. Sehingga
sulit bertambah pertumbuhannya.
Cahaya
berpengaruh terhadap fotosintesi kecambah, dan merangsang pembentukan
klorofil sehingga tanaman dapat menghasilkan mekanan sendiri. Hal ini
menyebabkan tanaman yang ditempat terang berwarna hijau daunnya
sedangkan ditempat gelap batangnya kurus, daunnya pucat dan tidak
berkembang dengan baik.
Senin, 24 Juni 2013
ipa
B.
Paru-paruParu-paru sebetulnya merupakan sekumpulan gelembung alveolus.
Terletak di dalam rongga dada di atas sekat diafragma. Diafragma adalah
sekat rongga badan. Sekat rongga badan membatasi rongga dada dan rongga
perut. Paru-paru berada di dalam rongga dada. Paru-paru dilindungi oleh
tulang rusuk dan tulang dada.
Proses pernapasan terdiri atas 2 tahap yaitu menghirup udara (inspirasi)
dan mengembuskan udara (ekspirasi). Pada tahap inspirasi diafragma dan otot
dada berkontraksi, rongga dada membesar paru-paru mengembang dan udara
masuk. Pada tahap ekspirasi diafragma dan otot dada relaksasi/istirahat,
rongga dada kembali normal, paru-paru kembali normal, udara keluar dari
paru-paru.
Proses pernapasan dibedakan menjadi 2, yaitu pernapasan dada dan
pernapasan perut. Pernapasan dada akibat kontraksi otot antar tulang rusuk.
Sedangkan pernapasan perut akibat kontraksi diafragma.
4
Sebagai latihan, coba bersama teman-temanmu urutkan alat pernapasan
pada manusia! Catatlah dan kumpulkan pada gurumu!
T U
Langganan:
Postingan (Atom)